Lompat ke konten

Sejarah kerajaan kediri : kehidupan politik, sosial, budaya & ekonomi

  • oleh

Keberadaan kerajaan Kediri tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kerajaan Mataram. Karena, setelah dinasti terakhir Kerajaan Mataram, muncul dinasti baru dengan nama Isyana di Medang Mataram. Dinasti ini berkuasa antara 947 M sampai 2016 M. Sayangnya, kerajaan ini diserang oleh Sriwijaya dan Wurawari hingga mengalami kehancuran. Satu-satunya keluarga yang selamat adalah Airlangga. Pada akhir pemerintahannya, ia diperintah oleh Mpu Bharada untuk membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Jenggala dan Panjalu. Salah satu alasan pembagian adalah untuk menghindari peperangan dan konflik.

Pembagian kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M) dan kitab Calon Arang (1540 M).

Wilayah kekuasaan dua kerajaan tersebut dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas. Daerah Jenggala meliputi kawasan Malang dan delta Sungai Brantas, dengan ibukota Kahuripan. Pelabuhannya yang terkenal adalah Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. Sedangkan Panjula meliputi kawasan Kediri dan Madiun dengan ibukota Daha. Meskipun sudah dibagi dua, ternyata konflik dan peperangan memperebutkan keutuhan wilayah justru tidak bisa dihindari.

Kehidupan Politik

Dalam persaingan antara Jenggala dan Panjalu, ternyata Panjalu (Kediri) yang unggul dan menjadi kerajaan yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135-1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil. Panjalu dan jenggala dapat bersatu kembali. Lencana Kerajaan memakai simbol Garuda Mukha simbol Airlangga.

Pada masa pemerintahannya kasusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh mengubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara Pendawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara jenggala dan kediri. Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya.”

Raja Kediri yang juga memperlihatkan kasusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab Smaradahana. Didalam kitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candra-kirana.

Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah kerajaan Kediri dan muncul kerajaan Singasari.

Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman kerajaan Kediri dapat kita lihat dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat memperhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian, peternakan dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.

  1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkaran raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
  2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
  3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta.

Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Disamping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.

Kehidupan kebudayaan

Dibidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai berikut.

  • Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
  • Dizaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
  • Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Disamping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
  • Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.

Kehidupan Ekonomi

Ditilik dari letaknya yang berada ditepi Sungai Brantas dengan sejumlah Pelabuhan besar, kita bisa mengetahui bahwa kehidupan perekonomian kerajaan Kediri didominasi oleh aktivitas perdagangan. Meskipun demikian, masyarakat Kediri juga mengenal peternakan dan pertanian. Hasil kerajaan Kediri antara lain beras, kapas dan ulat sutra. Dari hasil itulah, penghasilan para pegawainya dibayar dengan menggunakan hasil bumi.

Runtuhnya kerajaan Kediri

Raja terakhir Kediri adalah Kertajaya. Kekuasaan Kertajaya berakhir setelah dikalahkan Ken Arok dari Tumapel pada tahun 1222. Pertempuran ini berawal dari ketika para biksu Buddha Kediri dikejar-kejar Kertajaya karena mereka kecewa terhadap kebijakan Kertajaya yang mengintimidasi umat Buddha. Para biksu tersebut lalu datang ke Tumapel untuk meminta perlindungan Ken Arok, penguasa Tumapel. Ken Arok mengabulkan permintaan mereka. Kertajaya meminta Ken Arok menyerahkan para rahib itu, namun ditolaknya. Terjadilah pertempuran di Desa Ganter, Kertajaya berhasil dibunuh oleh Ken Arok. Dengan meninggalnya Kertajaya, hancurlah Kediri.

Daftar Pustaka

Ismawati, Nursiwi. 2009. Sejarah Kelas XI Untuk SMA/MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Listiyani, Dwi Ari. 2009. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI (Program IPS). Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suwito, Triyono. 2009. Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

You cannot copy content of this page