Lompat ke konten

Kerajaan Tarumanegara : letak, kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya

  • oleh

Letak dan sumber sejarah

Berdasarkan catatan dalam berbagai prasasti, Kerajaan Tarumanegara berdiri di Jawa Barat pada akhir abad ke-5. Wilayah Tarumanegara meliputi hampir seluruh Jawa Barat, tepatnya dari sekitar Banten – Jakarta sampai Cirebon.

Sumber-sumber sejarah yang membuktikan keberadaan Kerajaan Tarumanegara sebagai berikut.

  • Berita dari bangsa asing

Banyak berita dari bangsa asing yang mengungkap adanya Kerajaan Tarumanegara. Salah satu berita dari Claudius Ptolomeus. Dalam bukunya Geography, ahli ilmu bumi Yunani Kuno ini menyebutkan bahwa di Timur Jauh ada sebuah kota bernama Argyre yang terletak diujung pulau Iabadium (Jawadwipa = Pulau Jelai = Pulau Jawa). Kata Argyre berarti perak, diduga yang dimaksud adalah Merak yang terletak disebelah barat Pulau Jawa.

Kabar lainnya datang dari Gunawarman, seorang Pendeta dari Kashmir yang mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Taruma adalah Hindu. Berita dari Cina yang dibawa Fa Hsien dalam perjalanannya kembali ke Cina dari India menyebutkan bahwa rakyat Ye-Po-Ti (Jawa = Taruma) sebagian besar beragama Hindu, sebagian kecil beragama Budha dan Kitters (penyembah berhala). Adapun berita dari Soui (Cina) menyebutkan bahwa pada tahun 528 dan 535 datang utusan dari Tolomo (Taruma) ke Cina.

  • Berita dari prasasti

Ada tujuh buah prasasti yang menjadi sumber sejarah keberadaan Tarumanegara yaitu sebagai berikut.

  1. Prasasti Ciaruteun (Ciampea, Bogor)
  2. Prasasti Pasir Koleangkak (prasasti Jambu)
  3. Prasasti Kebon Kopi
  4. Prasasti Tugu
  5. Prasasti Pasir Awi
  6. Prasasti Muara Cianten
  7. Prasasti Cidangiang (Lebak)

Ke tujuh prasasti tersebut berbahasa sanskerta dan berhuruf Pallawa.

Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun selain berisi empat baris kalimat, pada prasasti ini juga dipahatkan lukisan seperti lukisan lebah-lebah dan sepasang telapak kaki. Empat baris itu berbunyi “Ini kedua telapak kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki yang Mulia Purnawarman, raja di negeri Taruma raja yang sangat gagah berani.”

Isi prasasti Kebon Kopi, yakni adanya bekas tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawati (gajah tunggangan Dewa Wisnu). Adapun prasasti Jambu berisi tentang kegagahan raja Purnawarman. Bunyi prasasti itu, antara lain “gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman yang memerintah di Taruma dan yang baju zirahnya tidak dapat ditembus oleh musuh.”

Prasasti yang ditemukan semuanya tidak berangka tahun. Namun, dari huruf yang dipakai dapat diperkirakan bahwa kerajaan Tarumanegara berkuasa di Jawa Barat sekitar abad ke-5 M dengan rajanya Purnawarman.

Kehidupan Politik

Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M di tepi sungai Gomati. Pada tahun 397 M, Purnawarman membangun ibu kota Kerajaan baru di Sundapura. Raja Purnawarman adalah raja ketiga yang memiliki kekuasaan besar, sangat berpengaruh dan memiliki beragam kebijakan. Kekuasaan raja dilambangkan dengan cap telapak kaki seperti yang terdapat pada prasasti Ciaruteun, Jambu dan Cianteun. Sebagai perbandingan, di India cap telapak kaki itu melambangkan kekuasaan. Dalam interpretasi yang lain, Purnawarman dilambangkan sebagai dewa Wisnu yang merupakan penguasa dan pelindung rakyat. Purnawarman diketahui banyak menundukkan daerah musuh-musuhnya.

Pada masa pemerintahan Suryawarman, kekuasaan raja-raja daerah dikembalikan sebagai hadiah kesetiaannya terhadap Tarumanegara. Pengembalian kekuasaan diberikan kepada Rakeyan Juru Pengembat, yang merupakan wakil raja didaerah tersebut. Apakah ini disebut otonomi daerah di era sekarang? belum ada yang pasti. Menurut Pustaka Nusantara, kekuasaan Purnawarman meliputi 48 raja daerah yang membentang dari Salanagara atau Rajatapura (di daerah teluk Lada Pandeglang) hingga Purwalingga (sekarang Purbalingga). Hingga akhir kekuasaannya, Tarumanegara hanya memiiki dua belas orang raja. Kedua belas orang raja itu adalah:

  1. Jayasingawarman (358 – 382)
  2. Dharmawarman (382 – 395)
  3. Purnawarman (395 – 434)
  4. Wisnuwarman (434 – 455)
  5. Indrawarman (455 – 515)
  6. Candrawarman (515 – 535)
  7. Suryawarman (535 – 561)
  8. Kertawarman (561 – 628)
  9. Sudhawarman (628 – 639)
  10. Hariwangsawarman (639 – 640)
  11. Nagajayawarman (640 – 666)
  12. Linggawarman (666 – 669)

Kehidupan sosial

Sebagai kerajaan Hindu yang beraliran Wisnu, Tarumanegara juga menjalankan upacara sedekah dengan menyembelih 1.000 ekor sapi yang diserahkan kepada kaum brahmana. Upacara tersebut dilaksanakan pada tahun 417 M setelah penggalian Sungai Gomati dan Candrabhaga selesai dilaksanakan. Saluran air tersebut memiliki panjang 6.112 tombak atau sekitar 11 km. Menurut prasasti Tugu saluran tersebut dibuat untuk menghadapi bencana banjir dan melindungi petani. Proyek ini dikerjakan secara gotong royong dan melibatkan seluruh rakyat dalam waktu 21 hari.

Kehidupan ekonomi

Kehidupan ekonomi kerajaan Tarumanegara didasarkan pada bidang pertanian. Menurut catatan Fa Hien pada abad V M, aspek kehidupan itu meliputi pertanian, peternakan, perburuan binatang, dan perdagangan. Komoditas yang diperdagangkan antara lain berupa cula badak, perak, dan kulit penyu. Dari prasasti tugu, kita bisa mengetahui bahwa raja Purnawarman sangat memperhatikan bidang pertanian.

Kehidupan budaya

Masuknya pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, mempengaruhi kehidupan budaya Kerajaan Tarumanegara. Pengaruh ini berupa sistem dewa dewi, bahasa dan sastra, mitologi dan upacara. Mitologi Hindu yang banyak ditemukan dalam prasasti-prasasti Tarumanegara adalah airawata. Misalnya yang terdapat pada prasasti Telapak Gajah. Gajah tunggangan Batara Indra itu dijadikan nama gajah perang milik Purnawarman. Bahkan, bendera kerajaan Tarumanegara berlukiskan rangkaian bunga teratai diatas kepala gajah.


Runtuhnya kerajaan Tarumanegara

Pada akhir abad ke-7, Tarumanegara tidak terdengar lagi kabar beritanya. Ada kemungkinan kerajaan ini ditaklukkan oleh Sriwijaya. Kemungkinan ini dapat kita ketahui dari sumber-sumber sejarah berikut ini.

  1. Dalam prasasti Kota Kapur disebutkan bahwa pada tahun 686, Sriwijaya menghukum bumi Jawa karena tidak taat kepada Sriwijaya.
  2. Sejak abad ke-7, kerajaan Cina tidak pernah menyebut lagi adanya utusan yang datang dari dan ke Tarumanegara.

Daftar Pustaka

Ismawati, Nursiwi. 2009. Sejarah Kelas XI Untuk SMA/MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Wadaya. 2009. Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Program IPS. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Listiyani, Dwi Ari. 2009. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

You cannot copy content of this page